KATA PENGANTAR
Om Swastyastu, Puji dan syukur penulis haturkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan yang berjudul REALISASI PANCASILA DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA.
Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, baik dalam penyusunan, bahasan, maupun penulisannya. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi tercapainya kesempurnaan dalam makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, sesuai yangdiharapkan.
ABSTRAK
Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara, Pandangan Hidup Bangsa, sebagai Filsafat Bangsa, sebagai Ideologi Bangsa dan Negaara Indonesia dan fungsi lainnya, dalam realisasi (pengalamannya) memiliki konsekuensi yang berbeda-beda tergantung pada konteksnya. Manusia dalam merealisasikan dan meningkatkan harkat dan martabatnya tidakkah mungkin untuk dipenuhinya sendiri, oleh karena itu manusia sebagai makhluk sosial senantiasa membutuhkan orang lain dalam hidup yang disebut negara.
Kata Kunci: Realisasi pancasila, Aktualisasi, Negara, Hakikat.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara, Pandangan Hidup Bangsa, sebagai Filsafat Bangsa, sebagai Ideologi Bangsa dan Negaara Indonesia dan fungsi lainnya, dalam realisasi (pengalamannya) memiliki konsekuensi yang berbeda-beda tergantung pada konteksnya. Realisasi secara praksis hidup ini sangat penting karena Pancasila sebagai dasar filsafat, pandangan hidup pada khakikatnya adalah merupakan suatu system nilai yang pada gilirannya untuk dijabarkan, direalisasikan serta diamalkan dalam kehidupan secara kongkrit dalam konteks bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Manusia dalam merealisasikan dan meningkatkan harkat dan martabatnya tidakkah mungkin untuk dipenuhinya sendiri, oleh karena itu manusia sebagai makhluk sosial senantiasa membutuhkan orang lain dalam hidup yang disebut negara. Namun demikian dalam kenyataan sifat-sifat negara satu dengan lainnya memiliki perbedaan dan hal ini sangat ditentukan oleh pemahaman ontologies hakikat manusia sebagai pendukung pokok negara, sekaligus tujuan adanya suatu negara.
Oleh karena itu dalam hubungan ini pengertian negara sebagai suatu persekutuan hidup bersama dari masyarakat, adalah memiliki kekuasaan politik, mengatur hubungan-hubungan, kerjasama dalam masyarakat, adalah memiliki kekuasaaan politik, mengatur hubungan-hubungan, kerja-sama dalam masyarakat untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang hidup dalam suatu wilayah tertentu.
Rumusan Masalah
- Apa yang diamksud dengan Aktualisasi Pancasila?
- Apa yang dimaksud dengan Realisasi Pancasila yang Objektif?
- Bagaimana penjabaran Realisasi Pancasila yang Objektif?
- Apa yang dimaksud dengan Realisasi Pancasila yang Subjektif?
- Bagaimana Internalisasi Nilai-nilai Pancasila?
- Apa yang dimaksud dengan Hakikat Negara?
- Apa yang dimaksud dengan Negara Kesatua Republik Indonesia?
- Apa yang dimaksud dengan Negara Kebangsaan Pancasila?
- Apa yang dimaksud dengan Hakikat Negara Intergralistik?
Tujuan Penulisan
- Agar mengetahui apa yang diamksud dengan Aktualisasi Pancasila.
- Agar mengetahui apa yang dimaksud dengan Realisasi Pancasila yang Objektif.
- Agar mengetahui bagaimana penjabaran Realisasi Pancasila yang Objektif.
- Agar mengetahui apa yang dimaksud dengan Realisasi Pancasila yang Subjektif.
- Agar mengetahui bagaimana Internalisasi Nilai-nilai Pancasila.
- Agar mengetahui apa yang dimaksud dengan Hakikat Negara.
- Agar mengetahui apa yang dimaksud dengan Negara Kesatua Republik Indonesia.
- Agar mengetahui apa yang dimaksud dengan Negara Kebangsaan Pancasila.
- Agar mengetahui apa yang dimaksud dengan Hakikat Negara Intergralistik.
BAB II
PEMBAHASAN
Aktualisasi Pancasila
Aktualisasi merupakan suatu bentuk kegiatan melakukan realisasi antara pemahaman akan nilai dan norma dengan tindakan dan perbuatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan aktualisasi pancasila, berarti penjabaran nilai-nilai pancasila dalam bentuk norma-norma, serta merealisasikannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam aktualisasi Pancasila ini, penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam bentuk norma-norma, dijumpai dalam bentuk norma hukum, kenegaraan, dan norma-norma moral. Sedangkan realisasinya dikaitkan dengan tingkah laku semua warga negara dalam masyarakat, berBangsa dan berNegara, serta seluruh aspek penyelenggaraan negara.
Realisasi Pancasila yang Objektif
Realisasi serta pengalaman Pancasila yang Objektif yaitu realisasi serta implementasi nilai-nilai Pancasila dalam segala aspek penyelenggaraan Negara, terutama dalam kaitannya dengan penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam Praksis penyelenggaraan Negara dan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam implementasi penjabaran Pancasila yang bersifat objektif adalah merupakan perwujudan nilai-nilai Pancasila dalam kedudukannya sebagai dasar Negara Republik Indonesia, yang realisasi kongkritnya merupakan sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukun) Indonesia.
Oleh karena itu implementasi Pancasila yang objektif ini berkaitan dengan norma-norma hukum dan moral, secara lebih luas dengan norma-norma kenegaraan. Namun demikian sangatlah mustahil implementasi Pancasila secara objektifdalam bidang kenegaraan dapat terlaksana dengan baik tanpa didukung oleh realisasi Pancasila yang subjektif, yaitu pelaksanaan Pancasila pada setiap individu, perseorangan termasuk pada penyelenggara Negara dalam hidup bersama yaitu berbangsa dan bernegara.
Bahkan menurut Notonagoro pelaksanaan Pancasila yang subjektif dari Pancasila dasar filsafat Negara ini justru lebih penting dan lebih menentukan dari pada pelasanaan Pancasila yang objektif dalam arti pelaksanaan Pancasila yang subjektif merupakan oersyaratan bagi keberhasilan pelaksanaan Pancasila yang objektif. Implementasi pelaksanaan Pancasila dalam kehidupan kenegaraan akan mengalami suatu kegagalan bilamana tidak didukung oleh manifestasi pelaksanaan Pancasila yang subjektif baik oleh setiap warga negara terutama oleh setiap penyelenggara negara.
Dalam penjelasan resmi Pembukaan UUD 1945, yang termuat dalam Lembaran Negara Berita Republik Indonesia tahun II No.7 dinyatakan bahwa, dalam pelaksanaan kehidupan kenegaraan. Hal ini dapat diartikan bahwa pelaksanaan Pancasila yang subjektif itu dapat terlaksana dengan baik manakala tercapainya suatu keseimbangan kerikhanian yang mewujudkan suatu bentuk sinergi dalam suatu bentuk kehidupan keharmonisan yang mewujudkan bentuk kehidupan yang memiliki kehidupan keharmonisan yang mewujudkan suatu bentuk kehidupan yang memiliki keseimbangan kesadaran wajib hukum dengan kesadaran wajib moral.
Sebagai manusia yang hakikatnya sifat dan kodratnya adalah sebagai makhluk individu dan makhluk social dalam merealisasikan hakikat martabat kemanusiaannya senantiasa memerlukan orang lain. Realisasi dan pengalaman Pancasila secara objektif berkaitan dengan pemenuhan wajib hukum yang memiliki norma-norma yang tertuang dalam suatu system hukum positif. Hal ini dimaksudkan agar memiliki daya imperative secara yudiris.
Walaupun aktualisasi objektif tertuang dalam suatu system peraturan perundang-undangan namun dalam mplementasi pelaksanaan Pancasila secara optimal justru realisasi subjektif yang memiliki kekuatan daya imperative moral merupakan suatu prasyarat bagi keberhasilan pelaksanaan Pancasila secara objektif. Dengan perkataan lain aktualisasi subjektif lebih menentukan keberhasilan aktualisasi Pancasila yang objektif, dan tidak sebaliknya.
Dapat juga dikatakan bahwa aktualisasi secara objektif itu akan berhasil secara optimal bilamana didukung oleh aktualisasi atau pelaksanaan Pancasila secara subjektif. Hal ini terbukti dalam sejarah pelaksanaan Pancasila selama ini, yang dalam kenyataannya tidak mendasarkan pada interpretasi pelaksanaan Pancasila sebgaimana terkandung dalam penjelasan Pembukaan UUD 1945, yang menjelaskan bahwa UUD harus mengandung isi yang mewajibkan kepada pemerintah dan penyelenggara negara untuk memegang teguh dan memilihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang cita-cita rakyat yang luhur.
Hal ini mengandung arti bahwa dalam realisasi Pancasila yang objektif, selain penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam segala aspek penyelenggaraan negara juga harus diwujudkan dalam moralitas para penyelenggara negara.
Penjabaran Realisasi Pancasila yang Objektif
Pengertian penjabaran Pancasila yang objektif adlaah pelaksanaan dalam bentuk realisasi dalam setiap aspek penyelenggaraan Negara, baik di bidang legislative, eksekutif maupun yudikatif dan semua bidang kenegaraan dan terutama realisasinya dalam bentuk peraturan perundang-undangan Negara Indoneeisa, hal itu antara lain dapat dirinci sebagai berikut:
- Tafsir Undang-Undang Dasar 1945, harus dilihat dari sudut dasar filsafat Negara Pancasila sebgaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alenia IV. Hal ini mengandung arti bahwa Pancasila sebagai sumber asas norma dan derivasi segala aspek penyelenggaraan Negara. Konsekuensinya dalam penilaian atau pengujian terhadap suatu peraturan perundang-undangan, maka Pancasila sebagai batu uji dalam menentukan suatu peraturan-perundangan itu bermakna, adil atau tidak.
- Pelakasanaan Undang-Undang Dasar 1945 dalam undang-undang harus mengingat dasar –dasar pokok pikiran yang tercantum dalam dasar filsafat Negara Indonesia.
- Tanpa menngurangi sifa-sifat undang-undang yang tidak dapat diganggu gugat, interpretasi pelaksanaannya harus mengingat unsur-unsur yang terkandung dalam filsafat negara.
- Interpretasi pelaksanaan undang-undang harus lengkap dan menyeluruh, meliputi seluruh perundang-undangan di bawah undang-undang dan keputusan-keputusan administrasi dari semua tingkat penguasa negara, mulai dari pemerintah pusat sampai dengan alat-alat perlengkapan negara di daerah, keputusan-keputusan pengadilan serta alat perlengkapannya begitu juga mrliputi usaha kenegaraan dan aspek kenegaraan lainnya.
- Dengan demikian seluruh hidup kenegaraan dan tertib hukum Indonesia didasarkan atas dan diliputi oleh asas politik dan tujuannya negara yang berdasarkan atas dan diliputi oleh asas kerokhanian Pancasila. Hal ini termasuk pokok kaidah negara serta pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945 juga didasarkan atas asas kerokhanian Pancasila. Bahkan yang terlebih penting lagi adalah dalam realisasi pelaksanaan kongkritnya yaitu dalam setiap penentuan kebijaksanaan di bidang kenegaraan.
Pancasila sebagai Dasar Filsafat Pembangunan Nasional
Negara pada hakikatnya adalah merupakan lembaga kemanusiaan, lembaga kemasyarakatan yang merupakan suatu organisasi. Sebagai suatu organiasi maka negara memiliki suatu dasar filsafat sebagai sumber cita-cita serta sumer nilai-nilai bagi aspek dalam penyelenggaraan negara. Dalam pengertian di negara memiliki dasar sebagai sumber cita-cita untuk membangun, dorongan untuk membangun dan cara-cara pembangunan pada hakikatnya berpangkal pada cita-cita agar manusia sebagai warga negara hidup lebih sesuai dengan martabatnya.
Berdasarkan pengertian tersebut maka tujuan pembangunan nasional adalah agar masyarakat menjadi masyarakat manusiawi yang memungkinkan warganya hidup yang layak sebagai manusia, mengembangkan diri pribadinya serta mewujudkan kesejahteraan lahir batin secara selengkapnya. Dengan demikian dapat disimpulan bahwa makna, hakikat serta arah dan tujuan pembangunan nasional adalah berdasarkan Pancasila yang bersumber pada hakikat kodrat manusia monupluralis yang merupakan esensi dari Pancasila.
Pembangunan dalam suatu negara sangat penting karena negara sebagai lembaga kemasyarakatan maka negara pada hakikatnya bukanlah merupakan suatu tujuan, melainkan saran untuk menca[ai tujuan dari seluruh warganya (Ernest Barker, 1967:123).
Pancasila sebagai dasar filsafat pada hakikatnya merupakan dasar dan sumber derivasi nilai-nilai dan norma-norma dalam segala aspek penyelenggaraan negara termasuk pelaksanaan pembangunan nasional. Demikianlah maka Pancasila berkedudukan sebagai landasan ideal pembangunan nasional Indonesia. Sebagaimana telah dipahami bersama bahwa subjek pendukung pokok negara sekaligus subjek pendukung sila-sila Pancasila pada hakikatnya adlah manusia.
Maka manusia adlah merupakan dasar ontologies monopluralis adalah merupakan dasar pembangunan nasional Indonesia. Demikian pula dewasa ini bangsa Indonesia melakukan Reformasi, pada prinsipnya merupakan suatu upaya untuk memperbaiki negara, yang pada gilirannya yang jauh lebih penting adalah tercapainya tingkat martabat manusia yang lebih baik.
Oleh karena itu reformasi juga harus mendasarkan pada sutau pardigma yang jelas, dan dalam maslah ini paradigm yang harus diletakkan sebagai basis segala agenda reformasi itu menyangkut maslah-maslah fundamental negara yang terkandung dalam staasfundamentalnorm, maka hal itu sudah menyimpang dari makna dan pengertian reformasi, karena mengubah struktur fundamental negara shingga sama halnya dengan pembubaran negara dan hal ini merupakan suatu revolusi.
Realisasi Pancasila yang Subjektif
Aktualisasi Pancasila yang subjektif adalah pelaksanaan pada setiap pribadi perseorang, setiap warganegara, setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa dan setiap orang Indonesia. Aktualisasi Pancasila yang subjektif ini justru lebih penting karena realisasi yang subjektif merupakan persyaratan bagi aktualisasi Pancasila yang objektif.
Dengan demikian pelaksanaan Pancasila yang subjektif ini sangat berkaitan dengan kesadaran, ketaantan serta kesiapan individu untuk merealisasikan Pancasila. Dalam pengertian inilah pelaksanaan Pancasila yang subjektif yang mewujudkan suatu bentuk kehidupan di mana kesadaran wajib hukum, telah terpadu menjadi kesadaran wajib normal. Sehingga dengan demikian suatu perbuatan yang tidak memenuhi wajib untuk melaksanakan Pancasila bukanlah hanya akan menimbulkan akibat hukum namun yang terlebih penting lagi akan menimbulkan moral.
Dalam pengertian iunilah maka fenomena kongkrit yang ada pada sesorang yang berkaitan dengan sikap dan tingkah laku seseorang dalam realisasi Pancasila secara subjektif disebut moral Pancasila. Maka aktualisasi Pancasila yang bersifat subjektif ini lebih berkaitan dengan kondisi objektif, yaitu berkaitan dengan norma-norma moral.
Dalam aktualisasi Pancasila yang bersifat subjektif ini bilamana nilai-nilai Pancasila telah dipahami, diresapi dan dihayati oleh seseorang maka seseorang itu telah memiliki moral pandangan hidup. Dan bilaman hal ini berlangsung secara terus menerus sehingga nilai-nilai Pancasila telah melekat dalam hati sanubari bangsa Indonesia, maka kondisi yang demikian ini disebut dengan kepribadian Pancasila.
Hal ini dikarenakan bangsa Indonesia telah memiliki suatu ciri khas yaitu nilai-nilai Pancasila, sikap dan karakter sehingga membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain. Dalam pengamalan Pancasila perlu diusahakan adanya suatu kondisi individu akan adanya kesadaran untuk merealisasikan Pancasila. Kesadaran adlah hasil perbuatan akal, yaitu pengalaman tentang keadaan-keadaan yang ada pada diri manusia sendiri. Jadi keadaan-keadaan inilah yang menjadikan objek dari kesadaran dan berupa segala sesuatu yang dapat menjadi sumber pengalaman manusia. Aktualisasi serta pengalaman itu bersifat jasmaniah maupun rokhaniah, dari kehendak manusia.
Internalisasi Nilai-nilai Pancasila
Realisasi nilai-nilai Pancasila dasr filsafat negara Indonesia, perlu secara berangsur-angsur dengan jalan Pendidikan baik di sekolah maupun dalam masyarakat dan keluarga sehingga diperoleh hal-hal sebagai berikut:
- Pengetahuan, yaitu pengetahuan yang benar tentang Pancasila, baik aspek nilai, norma maupun aspek praksisnya. Hal ini harus disesuaikan dengan tingkat pengetahuan dan kemampuan individu. Bagi kalangan intelektual pengetahuan itu meliputi ilmiah, dan pengetahuan filsafat tentang Pancasila. Hal ini sangat penting terutama bagi para calon pemimpin bangsa dan calon ilmuan. Dalam proses transformasi pengetahuan ini diperlukan waktu yang cukup dan berkesinambungan, sehingga pengetahuan itu benar-benar dapat tertanam dalam setiap individu. Tanpa pendidikan yang cukup maka dapat dipastikan bahwa pemahaman tentang ideology bangsa dan dasar filsafat negara hanya dalam tingkat-tingkat yang sangat pragmatis, dan hal ini sangat berbahaya terhadap ketahanan ideology generasi penerus bangsa.
- Kesadaran, selalu mengetahui pertumbuhan keadaan yang ada dalam diri sendiri
- Ketaantan, yaitu selalu dalam keadaaan kesediaan untuk memenuhi wajib lahir dan batin, lahir berasal dari luar misalnya pemerintah, adapun wajib batin dari diri sendiri.
- Kemampuan kehendak, yang cukup kuat sebagai pendorong untuk melakukan perbuatan, berdasar nilai-nilai Pancasila.
- Watak dan hati nurani, agar realisasi itu menjadi perbuatan dalam bentuk tindakan-tindakan yang tepat, maka harus dipertimbangkan dan dipelajari bentuk-bentuk aktualisasi yang sesuai bagi bidang serta lingkungan. Pada dasarnya ada dua bentuk realisasinya yaitu bersifat statis dan yang bersifat dinamis. Statis dalam pengertian intinya atau esensinya (yaitu nilai-nilai yang bersifat rokhaniah dan universal) sehingga merupakan ciri khas, karakter yang bersifat tetap dan tidak berubah. Bersifat dinamis dalam arti bahwa aktualisasinya senantiasa bersifat dinamis inovatif, sesuai dengan dinamika masyarakat, perubahan, serta konteks lingkungannya. Misalnya dalam konteks lingkungan kenegaraan, sosial politik, hukum kebudayaan, pendidikan, ekonomi, hankam, kehidupan kenegaraan, LSM, organisasi masa, seni, bahkan lingkungan dunia IT, internet dan konteks lingkungan masyarakat lainnya.
- Strategi dan Metode. Proses internalisasi harus diikuti dengan strategi serta metode yang relevan dan memafai. Hal ini berdasarkan realitas objektif, bahwa subjek dan objek internalisasi dan aktualisasi itu adalah manusia dan dalam lingkungan masyarkat, bangsa dan negara. Oleh sebab itu da;am proses internalisasi dan aktualisasi harus diterapkan strategi yang relevan serta metofe yang efektif. Internalisasi tidak hanya dalam suatu situasi pendidikan formal saja, melainkan juga lingkungan pendidikan informal, nonformal, maupun lingkungan masyarakat lainnya. Terlebih lagi sebagaimana dijelaskan di depan internalisasi dilakukan dalam berbagai macam konteks lingkungan masyarakat, sehingga strategi dan metode yang diterapkan harus sesuai dengan lingkungan sosial masyarakat, tingkat pengetahuan masyarakat serta karakterstik masyarakat.
Hakikat Negara
Menurut Harold J. Laski, bahwa negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena memiliki wewenang yang bersifat memaksa yang secara sah lebih tinggi daripada individu atau kelompok-kelompok yang ada dalam negara tersebut untuk mencapai tujuan bersama. Suatu masyarakat disebut negara, jikalau cara hidup yang harus ditaati baik oleh individu maupun oleh kelompok ditentukan oleh suatu wewenang yang bersifat mengikat dan memaksa. Sementara Robert Maclver menambahkan bahwa negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan ketertiban di dalam suatu masyarakat, dalam suatu wilayah berdasarkan suatu system hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah dan untuk maksud tersebut kekuasaan memaksa.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka unsur-unsur negara adalah Wilayah, Rakyat (penduduk), Pemerintahan dan Kedaulatan. Wilayah, setiap warga mempunyai tempat, ruang atau wilayah tertentu di muka bumi serta memiliki perbatasan tertentu. Dalam hubungan ini kekuasaan negara mencakup wilayah, tidak hanya tanah akan tetapi juga lautan, serta angkasa diatasnya. Bagi negara Indonesia unsur wilayahnya sangat khas, rumit dan luas.
Wilayah Indonesia terdiri atas daratan yang terdiri atas beribu-ribu pulau serta lautan yang sangat luas bahkan lebih luas daripada daratannya. Penduduk atau rakyat, setiap negara memiliki rakyat atau penduduk yang mencakup seluruh wilayah negara. Kekuasaan negara mencakup dan menjangkau seluruh penduduk di dalam yurisdiksi wilayah negara tersebut. Bagi negara Indonesia penduduk (rakyat0 tidak dapat ditentukan berdasarkan etnis atau ras. Penduduk atau rakyat Indonesia nampaknya juga sangat khas, unik beranekaragam.
Penduduk (rakyat) Indonesia tersusun atas unsur suku bangsa yang jumlahnya sangat banyak dan beranekaragam adat kebiasaan, ciri khas serta kebudayaannya. Selain aspek kultural penduduk atau rakyat Indonesia juga sebagai bangsa yang religius, yang terdiri dari atas berbagai macam kepercayaan dan keyakinan agama.
Atas dasar realitas unsur negara yang mencakup wilayah dan penduduk (rakyat) yang sangat banyak dan beranekaragam itu menyatukan diri dan bertekad membentuk suatu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perbedaan serta keanekaragaman itu disadari oleh bangsa Indonesia sebagai suatu karunia dari Tuhan yang Maha Esa.
Untuk itu nilai filosofi persatuan dituangkan dalam core values yang disimbulkan dengan Garuda Pancasila dengan semboyan bhineka Tunggal Ika. Unsur negara berikutnya adalah pemerintahan, yaitu setiap negara mempunyai suatu organisasi yang berwenang untuk merumuskan dan melaksanakan keputusan-keputusan yang mengikat bagi seluruh penduduk atau rakyat di dalam wilayah negara. Keputusan-keputusan ini antara lain berbentuk undang-undang serta peraturan-peraturan lainnya.
Dalam hal ini negara bertindak atas nama negara dan menyelenggarakan kekuasaan dari negara. Bermacam-macam kebjiaksanaan kearah tercapainya tujuan masyarakat dilaksanakannya sambil menertibkan hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat. Negara mencakup semua penduduk atau rakyat, adapun pemerintah hanya mencakup sebagian kecil daripadanya. Usnur negara berikutnya adlaah Kedaulatan, yaitu suatu kekuasaan tertinggi untuk membuat undang-undang dan melaksanakannya dengan berbagai cara.
Negara Kesatuan Republik Indonesia
Bangsa Indonesia dalam panggung sejarah berdirinya negara di dunia memiliki suatu ciri khas yaitu dengan mengangkat nilai-nilai yang telah dimiliknya sbelum membentuk dalam negara modern. nilai-nilai tersebut adalah berupa nilai-nilai adat-istiadat kebudayaan, serta nilai religius yang beranekaragam sebagai suatu unsur negara.
Bansga Indonesia terdiri atas berbagai macam suku, kelompok, adat-istiadat, kebudayaan serta agama. Selain itu negara Indonesia juga tersusun atas unsur-unsur wilayah negara yang terdiri atas beribu-ribu pulau, sehingga dalam membentuk negara Bangsa Indonesia menentukan untuk mempersatukan berbagai unsur yang beranekaragam tersebut dalam suatu negara.
Pada tahap berikutnya nilai-nilai yang ada pada local wisdom bangsa Indonesia tersebut, dikristalisasikan menjadi suatu system nilai hidup yang disebut Pancasila. Dalam uapayanya untuk membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut negara maka bangsa Indonesia mendasarlkan pada suatu padangan hidupp yang telah dimilikinya yaitu Pancasila.
Esensi negara kesatuan adlaah terletak pada pandangan ontologies tentang hakikat manusia sebagai subjek pendukung negara. Menurut paham negara kesatuan negara bukan terbentuk secara organis dari individu-individu sebagaimana dijabarkan oleh Hobbes, Locke dan pemikir individualis lainnya, melainkan negara terbentuk atas dasar kodrat manusia sebagai invidu dan makhluk sosial. Hakikat negara persatuan bahwa negara adalah masyarakat itu sendiri.
Masyarakat pada hakikatnya mewakili diri pada penyelenggaraan negara, menata dan mengatur dirinya dalam negara dalam mencapai suatu tujuan hidupnya. Dalam hubugan ini negara tidak memandang masyarakat sebagai suatu objek yang berada di luar negara, melainkan sebagai sumber genetik dari dirinya. Masyarakat sebagai suatu unsur dalam negara yang tumbuh bersama dari berbagai golongan yang ada dalam masyarakat untuk terselenggaranya kesatuan hidup dalam suatu interaksi saling memeberi dan saling menerima antar wagranya.
Sebagai suatu totalitas, masyarakat memiliki suatu kesatuan tidak hanya dalam arti lahiriah, melainkan juga dalam arti batiniah, atau kesatuan idea yang menjadi fondamen dalam kehidupan kebangsaan. Negara mengatasi semua golongan yang ada dalam masyarakat, negara tidak memihak pada slaah satu golongan, negara bekerja demi kepentingan seluruh rkayat. Konsep negara yang demikian adalah merupakan konsekuensi logis dari faham “negara adalah msyarakat itu sendiri”, dan faham bahwa antara negara dan masyarakat terdapat relasi hirerarkhi neo genetic.
Masyarakat adlaha produk dari interaksi antara segenap golongan yang ada di dalamnya. Masyarakat mengorganisasikan diri dalam bentuk suatu negara. Dengan demikian negara adlaha produk dari interaksi antar golongan yang ada dalam masyarakat. Sebagai produk yang demikian maka “logic in itself” bahwa negara mengatasi segenap golongan yang ada dalam masyarakat.
Negara Kebangsaan Pancasila
Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup pajang, sejak zaman kerajaan-kerajaan Sriwijaya, Majapahit serta dijajah oleh bangsa asing selama tiga setengah abad. Unsur masyarakat yang membentuk bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa, berbagai macam adat-istiadat kebudayaan dan agama, serta berdiam dalam suatu wilayah yang terdiri atas beribu-ribu pulau.
Oleh karena itu keadaan yang beraneka ragam tersebut bukanlah merupakan suatu perbedaan untuk dipertentangkan, melainkan perbedaan itu justru merupakan suatu daya penarik kearah suatu kerjasama persatuan dan kesatuan dalam suatu sintesis dan sinergi yang positif, sehingga keanekaragaman itu justru terwujud dalam suatu kerjasama yang luhur.
Sintesis persatuan dan kesatuan tersebut kemudian dituangkan dalam suatu asas kerokhanian yang merupakan suatu kepribadian serta jiwa bersama yaitu Pancasila. Oleh akrena itu prinsip-prinsip nasionalisme Indonesia yang berdasarkan Pancasila adlaah bersifat”majemuk tunggal”. Adapun unsur-unsur yang membentuk nasionalisme (bangsa) Indonesia adlah sebagai berikut:
- Kesatuan Sejarah: bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dari suatu proses sejarah, yaitu sejak zaman prasejarah,zaman Sriwijaya, Majapahit kemudian penjajah, tercetus Sumpah Pemuda1928 dan akhirnya memproklamasikan sebagai bangsa yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, dalam suatu wilayah negara Republik Indonesia.
- Kesatuan Nasib: yaitu bangsa Indonesia terbentuk karena memiliki kesamaan nasib yaitu penderitaan penjajahan selama tiga setengah abad dan memperjuangkan demi kemerdekaan secara bersama dan akhirnya mendapatkan kegembiraan bersama atas karunia Tuhan Yang Maha Esa tentang kemerdekaan.
- Kesatuan Kebudayaan: walaupun bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman kebudayaan, namun keseluruhannya itu merupakan satu kebudayaan yaitu kebudayaan nasional Indonesia. Jadi kebudayaan nasinal Indonesia tumbuh dan berkembang diatas akar-akar kebudayaan daerah yang menysusnya.
- Kesatuan Wilayah: bangsa ini hidup dari mencari penghidupan dalam wilayah Ibu Pertiwi, yaitu satu tumpah darah Indonesia.
- Kesatuan Asas Kerokhanian: bangsa ini sebagai satu bangsa memiliki kesamaan cita-cita, kesamaan pandangan hidup dan filsafat hidup yang berakar dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri yaitu pandangan hidup Pancasila.
Hakikat Negara Integralistik
Pancasila sebagai asas kerokhanian bangsa dan negara Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu asas kebersamaan, asas kekeluargaan serta religius. Dalam pengertian inilah maka bangsa Indonesia dengan keanekaragamannya tersebut mebentuk suatu kesatuan integral sebagai suatu bangsa yang merdeka. Bangsa Indonesia yang membentuk suatu persekutuan hidup dengan mempersatukan keanekaragaman yang dimilikinya dalam suatu kesatuan integral yang disebut negara Indonesia, Soepomo pada pertama BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, mengusulkan tentang paham integralistik yang dalam kanyataan objektivnya berakar pada budaya bangsa.
Namun hendaklah dibedakan dengan konsep negara integralistik sebagaimana dikembangkan oleh Spinoza, Adam Muiler dan Hegel. Adapun penjelmaan dalam wujud persekutuan hidup bersama adlah terwujud dalam suatu bangsa yang memiliki kesatuan yang integralistik.
Dalam pengertian ini paham integralistik memberikan suatu prinsip bahwa negara adlah suatu kesatuan integral dari unsur-unsur yang menyusunya, negara mengatasi semua golongan bagian-bagian yang membentuk negara, negara tidak memihak pada suatu golongan betapapun golongan tersebut sebagai golongan terbesar.
Negara dan bangsa adlah untuk semua unsur yang membentuk kesatuan tersebut. Dalam hubungan dengan masyarakat maka paham integralistik menggambarkan suatu masyarakat sebagai suatu kesatuan organis yang integral yang setiap anggota, bagian, lapisan, kelompok,golongan yang ada di dalamnya, satu dengan yang lain saling berhubungan erat dan merupakan satu kesatuan hidup.
Eksistensi setiap unsur hanya berarti dalam hubungnnya dengan keseluruhan, setiap anggota, bagian, lapisan, kelompok dan golongan dalam masyarakat itu memiliki tempat, fungsi, dan kedudukan masing-masing yang diakui dihormati dan dihargai. Paham ini beranggapan bahwa setiap unsur merasa berkewajiban akan tercapainya keselamatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan bersama.
Paham integralistik yang terkandung dalam Pancasila meletakkan asas kebersamaan hidup, mebedakan keselarasan dalam hubungan antar individu maupun masyarakat. Dalam pengertian ini paham negara integralistik tidak memihak kepada yang kuat, tidak mengenal dominasi mayoritas dan juga tidak mengenal tirani minoritas.
Maka didalamnya terkandung nilai kebersamaan, kekeluargaan, ke-“Bhinneka Tunggal Ikaan”, nilai religius, serta keserasian. Pemnikiran negara integralistik yang telah berakar pada budaya bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala menurut Soepomo berbeda dengan paham integralistik versi Adam Muller, Hegel dan Spinoza. Negara Indonesia pada hakikatnya terdiri atas bagian-bagian yang secara mutlak membentuk suatu kesatuan. Bangsa Indonesia terdiri atas manusia-manusia sebagai individu, keluarga-keluarga, kelompok-kelompok, golongan-golongan, suku bangsa-suku bangsa, adapun wilayah terdiri atas pulau-pulau keseluruhannya itu merupakan suatu kesatuan baik lahir maupun batin.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Aktualisasi merupakan suatu bentuk kegiatan melakukan realisasi antara pemahaman akan nilai dan norma dengan tindakan dan perbuatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan aktualisasi pancasila, berarti penjabaran nilai-nilai pancasila dalam bentuk norma-norma, serta merealisasikannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam aktualisasi Pancasila ini, penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam bentuk norma-norma, dijumpai dalam bentuk norma hukum, kenegaraan, dan norma-norma moral. Sedangkan realisasinya dikaitkan dengan tingkah laku semua warga negara dalam masyarakat, berBangsa dan berNegara, serta seluruh aspek penyelenggaraan negara.
Esensi negara kesatuan adlaah terletak pada pandangan ontologies tentang hakikat manusia sebagai subjek pendukung negara. Menurut paham negara kesatuan negara bukan terbentuk secara organis dari individu-individu sebagaimana dijabarkan oleh Hobbes, Locke dan pemikir individualis lainnya, melainkan negara terbentuk atas dasar kodrat manusia sebagai invidu dan makhluk sosial. Pancasila sebagai asas kerokhanian bangsa dan negara Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu asas kebersamaan, asas kekeluargaan serta religius. Dalam pengertian inilah maka bangsa Indonesia dengan keanekaragamannya tersebut mebentuk suatu kesatuan integral sebagai suatu bangsa yang merdeka.
Referensi
Kaelan, 2014, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Penerbit Paradigma
Penulis
komentar dengan bijak ya :)
please write comments wisely :)
EmoticonEmoticon